Arif susanto
Sabtu, 23 Mei 2015
Minggu, 01 Maret 2015
Filsafat Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Pengembangan Kurikulum PAI
“Filsafat
Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Pengembangan Kurikulum PAI”
Oleh :
Mahda
Liska Safitri (12.111.00613)
Muhammad
Arif Susanto (12.111.00617)
Normayanti
(12.111.00626)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MA’ARIF BUNTOK
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini problem-problem moral dan etika manusia
semakin menggejala dan masih sukar tuk dipecahkan. Pendidikan yang dijadikan
harapan dan tumpuan untuk menjadikan kehidupan yang lebih baik ternyata masih
belum berperan secara maksimal.
Bila setiap pengelola dan pelaksana pendidikan
memahami tugas dan fungsi pendidikan seharusnya penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan tidak mesti terjadi. Secara sederhana
bisa penulis sebutkan bahwa tugas dan fungsi pokok pendidikan ada 2. Pertama,
pendidikan adalah proses pengembangan potensi. Oleh karena itu, segala proses
pendidikan harus mengarah pada pengembangan potensi peserta didik. Peserta
didik harus diberi ruang dan kesempatan untuk berkreasi dan berinovasi sesuai
dengan potensi dasarnya. Pendidikan tidak boleh membelenggu apalagi memasung
daya kreatifitas anak. Kedua, pendidikan adalah proses pewarisan dan
pelestarian budaya. Nilai-nilai luhur yang ada pada generasi sebelumnya harus
diwariskan pada anak tanpa mengabaikan nilai-nilai yang selaras dengan
perkembangan zaman di mana anak itu hidup. Kedua fungsi tersebut tidak boleh
berjalan sendiri-sendiri, melainkan harus berjalan seiring dan seirama.
Dalam rangka mewujudkan kedua fungsi tersebut,
pendidikan harus dirumuskan dengan baik dan ideal. Untuk merumuskan pendidikan
yang baik dan ideal, salah satu pendekatan yang harus digunakan adalah
pendekatan filosofis. Filsafat adalah hal paling mendasar dalam hidup. Oleh
karena itu, filsafat selalu menjadi landasan di berbagai bidang kehidupan,
termasuk dalam dunia pendidikan.
Dari pemaparan di atas, tulisan ini bertujuan
membincang kegunaan filsafat, khususnya filsafat pendidikan Islam dalam
pengembangan kurikulum PAI. Kurikulum merupakan salah satu faktor terpenting
dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian, kurikulum harus dirancang
dan disusun secara ideal agar pendidikan berjalan secara efektif dan efisien.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa Hakikat Filsafat Pendidikan Islam ?
1.2.2. Apa saja Tipologi-tipologi Filsafat Pendidikan Islam ?
1.2.3.
Bagaimana Impikasi
Filsafat Pendidikan Islam terhadap Pengembangan Kurukulum PAI ?
1.3. Tujuan Pembelajaran
1.3.1. Mengetahui Hakikat Filsafat Pendidikan Islam.
1.3.2. Mengetahui Tipologi-tipologi Filsafat Pendidikan Islam.
1.3.3. Mengetahui bagaimana Impikasi Filsafat Pendidikan Islam terhadap
Pengembangan Kurukulum PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Filsafat Pendidikan Islam
Pada dasarnya tradisi filsafat berasal dari tradisi
Yunani yang diadopsi oleh masyarakat Islam. Hal ini Nampak pada aspek
etimologis dari kata filsafat. Mayoritas ahli menyatakan bahwa kata filsafat
berasal dari Yunani, philos yang
berarti cinta dan sophos yang berarti
kebijaksanaan. Jadi filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan (pengetahuan).
Meskipun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari
bahasa Arab. Pandangan ini disampaikan oleh Harun Nasution, menurutnya kata
filsafat memiliki wazan (pola) fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian, kata benda
falsafa adalah falsafah dan filsaf.
Secara historis, masuknya tradisi filsafat ke dalam
kehidupan umat Islam adalah pada saat terjadi gelombang penerjemahan
kitab-kitab Yunani pada masa khalifah Al-Makmun. Penerjemahan tersebut
selanjutnya mendorong lahirnya tradisi keilmuan di kalangan umat Islam,
sehingga pada masa itu Islam mengalami masa kegemilangan dalam bidang keilmuan
(golden age).
Pengertian terhadap filsafat sangat beraneka ragam.
Tetapi pengertian yang representatif diberikan oleh Sidi Gazalba sebagaimana yang dikutip Toto
Suharto, bahwa filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal,
dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, atau hakikat mengenai
segala yang ada.[1]
Pemaduan filsafat dan pendidikan Islam selanjutnya
melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri, yakni filsafat pendidikan Islam.
Menurut Marimba, ketiga kata tersebut sudah menjadi satu kesatuan yang saling
sifat mensifati. Sehingga yang dimaksud filsafat pendidikan Islam adalah
filsafat pendidikan yang bercorak Islam.[2]
Dalam pandangan Muzayyin Arifin, filsafat
pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan
yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama Islam, tentang hakikat kemampuan
manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia
muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam, serta mengapa manusia
harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian. Sarana dan upaya
apa sajakah yang dapat mengantarkan pencapaian cita-cita demikian dan
sebagainya.[3]
2.2. Tipologi Filsafat Pendidikan Islam
Secara umum tipologi filsafat pendidikan adalah
sekelompok teori atau aliran pemikiran di bidang pendidikan. Sehingga tipologi filsafat
pendidikan Islam adalah sekelompok teori atau aliran pemikiran di bidang
pendidikan Islam.
Menurut Muhaimin, ada 5 macam tipologi filsafat
Pendidikan Islam, yang masing-masing tipologi mempunyai parameter, ciri-ciri
dan implikasinya terhadap fungsi pendidikan Islam. Kelima macam tipologi
tersebut antara lain:[4]
2.2.1.
Penerial Esensialis Salafi
Tipologi Penerial Esensialis Salafi adalah
tipologi yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam era salaf, karena
era salaf ini dianggap (dipandang) sebagai masyarakat yang ideal.
Ada beberapa parameter yang ada, antara lain :
a. Bersumber
dari Al-qur’analisis dan Al- sunnah (Hadist).
b. Regresif
ke Masa Salaf.
c. Konservatif
mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai era salaf.
d. Wawasan
kependidikan Islam yang berorientasi ke masa silam (era salaf).
Lebih lanjut, ciri-ciri pemikiran tipologi ini
antara lain :
a. Menjawab
persoalan pendidikan Islam dengan konteks wacana salaf.
b. Memahami
nash dengan cara kembali ke salaf secara kontektual.
c. Memahami
ayat dengan ayat lain, ayat dengan hadist, hadist dengan hadist dan kurang
adanya pengembangan serta elaborasi.
Adapun implikasi dari tipologi Perenial
Esensialis Salafi terhadap fungsi pendidikan Islam antara lain :
a. Melestarikan
(mempertahankan) nilai dan budaya masyarakat salaf, karena ia dipandang sebagai
masyarakat ideal.
b. Pengembangan
potensi dan interaksinya dengan nilai dan budaya masyarakat era salaf.
2.2.2.
Parenzial Esensialis Madzabi
Tipologi Parensial esensialis Madzabi adalah
tipologi filsafat pendidikan Islam yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan
islam yang tradisional dan berkecenderungan untuk mengikuti aliran, pemahman
atau doktrin, serta pola-pola pemikiran sebelumnya yang sudah dianggap relatif
mapan.
Secara umum parameter tipologi ini adalah :
a. Bersumber
dari Al-qur’an dan Hadist.
b. Regresif
ke masa pasca salaf / klasik.
c. Konservalif.
d. Mengikuti
aliran, pemahaman dan pemikiran terdahulu yang dianggap mapan.
e. Wawasan
kependidikan Islam yang tradisional dan berorientasi masa silam.
Sedangkan ciri-ciri tipologi ini antara lain :
a. Menekankan
pada pemberian syariah dan kasyiyah terhadap pemikiran sebelumnya.
b. Kurang
ada keberanian untuk mengkritisi atau mengubah substansi materi pendahulunya.
Adapun implikasi tipologi ini terhadap fungsi
pendidikan Islam yaitu :
a. Melestarikan
dan mempertahankan nilai dan budaya serta tradisi dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
b. Pengembangan
potensi dan interaksi dengan nilai dan budaya masyarakat terdahulu
2.2.3.
Modernis
Tipologi
Modernis adalah tipologi yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang
bebas modifikatif, progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan
dan kebutuhan dan lingkunganya.
Tipologi
ini mempunyai parameter sebagai berikut :
a. Bersumber
dari Al-qur’an dan Al-Hadist.
b. Bebas
modifikatif tapi terikat oleh nilai-nilai kebenaran universal (Allah).
c. Progresif
dan dinamis dalam menghadapi dan merespons tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan
lingkungannya.
d. Wawasan
kependidikan Islam kontemporer.
Ciri-ciri
tipologi ini antara lain :
a. Tidak
berkepentingan untuk mempertahakan dan melestarikan pemikiran dan sistem
pendidikan para pendahulunya.
b. Lapang
dada dalam menerima dan mendengarkan pemikiran pendidikan dari manapun dan
siapapun untuk kemajuan pendidikan Islam.
c. Selalu
menyesuaikan dan melakukan penyesuaian kembali pendidikan Islam dengan tuntutan
perubahan sosial dan perkembangan iptek.
Sedangkan
implikasi tipologi modernis ini terhadap fungsi pendidikan Islam adalah :
a. Pengembangan
potensi individu secara optimal.
b. Interaksi
potensi dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungannya.
c. Rekonstruksi
pengalaman secara terus menerus agar dapat berbuat sesuatu yang intelegent dan
mampu melakukan penyesuaian dan penyesuaian kembali dengan tuntutan dan
kebutuhan lingkungannya.
2.2.4.
Perenial – Esensial Kontekstual – Falsifikatif
Tipologi Perenial – Esensial Kontekstual
falsifikatif adalah tipologi yang mengambil jalan tengah antara kembali ke masa
lalu dengan jalan melakukan konstektualisasi serta uji falsifikasi dan
mengembangkan wawasan-wawasan kependidikan Islam masa sekarang selaras dengan
tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan
sosial yang ada.
Tipologi ini mempunyai parameter sebagai
berikut :
a. Bersumber
dari Al-qur’an dan al-sunnah / hadist.
b. Regresif
dan konservatif dengan melakukan kontektualisasi dan uji falsifikasi.
c. Rekonstruksif
yang kurang radikal.
d. Wawasan
kependidikan Islam yang concern terhadap kesinambungan pemikiran pendidikan
Islm dalam merespon tuntutan perkembangan iptek dan perubahan sosial cultural
yang ada.
Sedangkan ciri-ciri tipologi ini antara lain :
a. Menghargai
pemikiran pendidikan islam yang berkembang pada era salaf, klasik dan abad
pertengahan.
b. Mendudukkan
pemikiran pendidikan Islam era salaf, klasik dan abad pertengahan dalam konteks
ruang dan zamannya untuk difalsifikasi.
c. Rekonstruksi
pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang dianggap kurang relevan dengan
tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.
Implikasi tipologi ini terhadap fungsi
pendidikan Islam sebagai berikut :
a. Pengembangan
potensi.
b. Interaksi
potensi dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungannya.
c. Melestarikan
nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah sekaligus menumbuhkembangkannya dalam
konteks perkembangan iptek dan perubahan sosial cultural yang ada.
2.2.5.
Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid
Tipologi ini merupakan tipologi yang lebih
menonjolkan sikap proaktif dan antipatifnya, sehingga tugas pendidikan adalah
membantu agar manusia menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung
jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.
Parameter tipologi ini antara lain :
a. Bersumber
dari Al-qur’an dan al-sunnah/ hadist.
b. Progresif
dan dinamis.
c. Rekonstruksi
sosial berkelanjutan yang dibangun dari bottom up, grass root dan plurarisme.
d. Wawasan
kependidikan Islam yang proaktif dan antisipatif dalam menghadapi percepatan
perkembangan iptek, tuntutan perubahan yang tak terduga dan eksponensial, dan
berorientasi ke masa depan.
Ciri-ciri tipologi ini adalah :
a. Tidak
menampilkan konstruk tertentu yang closed ended tetapi konstruk yang
terus dikembangkan bolak balik antara empiri dan konsep teori.
b. Rekonstruksi
sosial dikembangkan post paradigmatic atau paradigmanya terus dikembangkan.
c. Komitmen
terhadap pengembangan kreatifitas yang berkelanjutan.
d. Dalam
menghadapi keragaman budaya, moral hidup ditampilkan dalam a fair justice dan
mampu membuat overlapping concensus tata nilai.
Sedangkan implikasi ini terhadap fungsi
pendidikan Islam ada sebagai berikut :
a. Menumbuhkan
kreatifitas peserta didik secara berkelanjutan.
b. Memperkaya
khazanah budaya, manusia, memperkaya isi nilai-nilai insani dan ilahi.
c. Menyiapkan
tenaga kerja produktif serta mengantisipasi masa depan atau memberi corak
struktur kerja masa depan.
d. Ketiga
fungsi tersebut intinya untuk mengembangkan manusia agar menjadi cakap atau
kreatif untuk selanjutnya mampu bertanggung jawab terhadap pegembangan
masyarakatnya.
2.3. Implikasi
Tipologi Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pengembangan Kurikulum PAI
Menurut
Muhaimin, setidaknya terdapat dimensi-dimensi yang bisa dikembangkan dalam
perspektif tipologi perenial-esensialis salafi, perenial-esensialis madzhabi,
modernis, dan perennial-esensialis kontekstual-falsifikatif. Lebih lanjut, ada
pula dimensi-dimensi yang perlu dikembangkan dalam perspektif tipologi
rekonstruksi social yang berlandaskan tauhid, terutama dalam membentuk dan
mengembangkan kesalehan individu dan social sekaligus.[5]
Lebih lanjut, implikasi tipologi-tipologi
filasafat pendidikan Islam ini akan secara terperinci diuraikan pada
implikasinya terhadap komponen-komponen kurikulum pendidikan Agama Islam yang
meliputi : tujuan, isi, strategi pembelajaran dan evaluasinya.
2.3.1.
Tipologi Perenial-Esensialis Salafi
Banyak implikasi dari tipologi ini bagi
pengembangan kurikulum. Dari sisi tujuannya, menjadikan tujuan pendidikan agama
diorientasikan pada upaya:
a. Membantu
peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran masa
lalu.
b. Menjelaskan
dan menyebarkan warisan sejarah dan budaya salaf melalui sejumlah inti
pengetahuan.
Dengan tujuan-tujuan semacam ini, maka
pengembangan kurikulum pendidikan agama islam ditekankan pada doktrin-doktrin
agama, kitab-kitab besar, kembali pada hal-hal yang utama dan esensial, serta
mata pelajaran kognitif sebagaimana yang ada pada masa salaf.
Sedangkan metode pembelajarannya bisa dilakukan
dengan ceramah dan dialog, diskusi atau perdebatan, dan pemberian tugas.
Manajemen kelasnya lebih diarahkan pada pembentukan karakter, keteraturan,
keseragaman, bersifat kaku, tetap dan sesuai tatanan. Evaluasinya menggunakan
ujian-ujian essay, tes-tes diagnotis, tes prestasi belajar, dan tes kompetensi
berbasis amaliah. Adapun peranan guru adalah sebagai figure yang memiliki
otoritas tinggi, memiliki kebijakan masa lalu, penyebar kebenaran, dan orang
(sarjana) yang ahli di dalamnya.
2.3.2.
Tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi
Bertolak dari karakteristiknya, maka tujuan
pendidikan agama Islam diarahkan pada upaya :
a. Membantu
peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan
kebenaran-kebenaran agama sebagai hasil interpretasi ulama pasca salaf al-salih
atau masa klasik dan pertengahan.
b. Menjelaskan
dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya.
Dengan tujuan di atas, maka pengembangan
kurikulumnya ditekankan pada doktrin-doktrin dan nilai-nilai agama sebagaimana tertuang
dan terkandung dalam kitab-kitab ulama terdahulu, yang berisi hal-hal utama dan
esensial, serta mata pelajaran kognitif sebagaimana yang ada pada masa pasca
salaf.
Metode pembelajarannya bisa dilakukan melali
ceramah dan dialog, diskusi atau perdebatan dengan tolok ukur pandangan
imam-imam mazhabnya, dan pemberian tugas. Sedangkan manajemen kelas, evaluasi,
sedangkan peranan guru, hampir sama dengan tipologi sebelumnya.
2.3.3.
Tipologi Modernis
Dalam tipologi ini, tujuan pendidikan agama
Islam diorientasikan pada upaya memberika ketrampilan-ketrampilan dan alat-alat
kepada peserta didik yang dapat dipergunakan untuk berinteraksi dengan
lingkungannya, sehingga ia bersikap dinamis dalam menghadapi dan merespon
tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan lingkungannya, serta mampu menyesuaikan
kembali dengan tuntutan perubahan dan perkembangan iptek dengan dilandasi oleh
nilai-nilai kebenaran universal (Allah).
Dengan tujuan tersebut, maka pengembangan
kurikulumnya ditekankan pada penggalian problem-problem yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan peserta didik.
Metode pembelajarannya dilakukan melalui upaya cooperatif
activities atau cooperatif learning, metode project,
dan metode ilmiyah (scientific method). Manajemen
kelasnya lebih diarahkan pada pemberian kesempatan pada peserta didik untuk
berpartisipasi, terlibat aktif, serta proses belajar mengajar yang demokratis.
Evaluasinya lebih banyak menggunakan evaluasi formatif dan on-going feedback.
Sedangkan peranan guru adalah fasilitator dan yang memimpin serta mengatur
pembelajaran.
2.3.4.
Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif
Adapun tujuan pendidikan agama Islam dari tidak
tipologi ini adalah :
a. Membantu
peserta didik dalam menemukan dan menguak kebenaran masa lalu atau masa klasik
dan pertangahan.
b. Menjelaskan
dan menyabarkan warisan ajaran salaf atau pendahulunya yang dianggap mapan
dalam ujian sejarah.
Di samping sebagai pelestarian doktrin dan
nilai agama, maka pengembangan kurikulumnya juga ditekankan pada penggalian
problem-problem yang tumbuh dan berkembang di lingkungan anak didik.
Adapun metode pembelajarannya menggunakan
metode ceramah dan dialog, diskusi atau perdebatan, dan pemberian tugas.
Manajemen kelasnya lebih diarahkan pada pembentukan karakter, teratur, seragam,
kaku dan tersruktur, tepat sesuai tatanan. Evaluasinya dengan ujian obyektif
terstandar, tes diagnostik, tes prestasi belajar, dan berbasis ilmiyah.
Sedangkan figur guru adalah pemegang otoiritas
tertinggi, penyebar kebenaran, dan orang (sarjana) di bidangnya.
2.3.5.
Tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid
Menurut tipologi ini, bahwa pendidikan agama
Islam bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran peserta didik akan
masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia, dan mengajarkan ketrampilan
yang diperlukan untuk memecahkan prolem tersebut.
Kurikulumnya memusatkan pada masalah-masalah
social dan budaya yang dihadapi masyarakat dan mengharapkan agar peserta didik
dapat memecahkan masalah-masalah tersebut. Metode yang digunakan antara lain,
simulasi, bermain peranan, intership, serta belajar di masyarakat. Manajemen
kelasnya diupayakan untuk tidak terikat pada belajar di dalam kelas saja,
tetapi justeru lebih bnyak di luar kelas.
Evaluasinya menggunakan evaluasi formatif.
Sedangkan interaksi guru dan peserta didik bersifat dinamis, kritis, progresif,
terbuka, bahkan bersikap pro aktif dan antisipatif. Serta menggunakan nilai kooperatif
dan kolaboratif,
toleran, serta komitmen pada hak dan kewajiban asasi manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
3.1.1. Dalam
pandangan Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah
konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran
agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya
dijiwai oleh ajaran Islam.
3.1.2. Menurut
Muhaimin, ada 5 macam tipologi filsafat Pendidikan Islam, yaitu:
a.
Penerial Esensialis Salafi
b.
Parenzial Esensialis Madzabi
c.
Modernis
d.
Perenial – Esensial Kontekstual – Falsifikatif
e.
Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid
3.1.3. Implikasinya terhadap pangembangan kurikulum PAI filsafat pendidikan
Islam mempunyai pengaruh kuat terhadap perkembangan dan membentuk keshalihan
setiap individu sekaligus sosial.
3.2. Saran
Sebagai
seorang pendidik sebaiknya mempelajari Filsafat
pendidikan islam karena dengan filsafat tersebut dapat membantu untuk membentuk
suatu pemikiran yang sehat, dan dapat dijadikan sebagai asas bagi upaya menilai
keberhasilan pendidikan, dijadikan sandaran intelektual dalam dunia praksis
pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam
(Edisi Revisi), Cet. II,
Jakarta, PT.
Bumi Aksara, 2005.
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam,
Jogjakarta, Ar-Ruzz, 2006.
Marimba, Ahmad
D, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung, PT.
Al-Ma’arif, 1986.
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tingggi, Jakarta,
Raja Grafindo, 2005.
Langganan:
Postingan (Atom)