Minggu, 01 Maret 2015

USAHA PREVENTIF, PENDEKATAN, DAN HAMBATAN DALAM PENGELOAAN KELAS



PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
“USAHA PREVENTIF, PENDEKATAN, DAN HAMBATAN DALAM
PENGELOAAN KELAS”


    
Dosen : Mahmudin, S.Pd.I., M.Pd.I
    
 



Oleh:
Muhammad Arif Susanto (12.111.00617)





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MA’ARIF BUNTOK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2014 / 2015




BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan yang diniatkan dalam setiap kegiatan belajar-mengajar baik yang bersifat instruksional maupun tujuan pengiring akan dapat dicapai secara optimal apabila dapat diciptakan dan dipertahankan kondisi yang menguntungkan bagi peserta didik.
Dalam setiap proses pengajaran kondisi ini harus direncanakan dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar dapat dihindarkan kondisi yang merugikan ( usaha pencegahan ), dan mengembalikan kepada kondisi yang optimal apabila terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah laku peserta didik di dalam kelas ( usaha kuratif ). Usaha guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan efektif apabila diketahui secara tepat factor-faktor mana sajakah yang dapat menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar-mengajar, mengenali masalah-masalah apa sajakah yang diperkirakan dan biasanya timbul serta dapat merusak iklim belajar-mengajar, penguasaan berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas serta kapan penggunaan pendekatan yang tepat.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Usaha Preventif  Masalah Pengelolaan kelas[1]
Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan tersebut bisa berupa preventif  (pencegahan) dan tindakan korektif (penyembuhan).
Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.
1.         Kondisi dan Situasi Belajar Mengajar
a.       Kondisi Fisik
Lingkungan fisikk yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya inntensitas proses perbuatan belajar peserta didik dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Lingkungan fisik yang dimaksud, diantaranya sebagai berikut:
1)      Ruangan tempat berlangsungnya proses balajar mengajar
2)      Pengaturan tempat duduk
3)      Ventilasi dan pengaturan cahaya
4)      Pengaturan penyimpanan barang-barang
b.      Kondisi Sosio-Emosional
Kondisi sosio-emosional mempunyai pengaruh cukup besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan peserta didik merupakan efektifitas tercapainya tujuan pengajaran.
1)      Tipe kepemimpinan
2)      Sikap guru
3)      Suara guru
4)      Pembinaan raport (hubungan baik dengan anak didik)
c.       Kondisi Organisasional
Kegiatan rutin yang secara organisasional dilakukan baik ditingkat kelas maupun ditingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Dengan kegiatan rutin yang tellah diatur secara jelas dan dikomunikasikan kepada semua peserta didik secara terbuka sehingga jelas pula bagi mereka, akan menyebabkan tertanam pada diri setiap peserta didik kebiasaan yang baik dan keteraturan tingkah laku. Kegiatan tersebut antara lain sebagai berikut.
1)      Pergantian pelajaran
2)      Guru yang berhalangan hadir
3)      Upacara bendera, dan lain lain.
2.      Disiplin dan Tata Tertib
a.       Pengertian disiplin
Dalam arti luas disipllin mencakup setiap macam pengaruh yang ditunjukan untuk membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan juga penting tentang cara menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan peserta didik terhadap lingkungannya.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan peserta didik akan tetapi sebaliknya ingin memberikan kemerdakaan yang lebih besar kepada peserta didik dalam batas-batas kemampuannya.
b.      Sumber-sumber pelanggaran disiplin
Kita sudah sependapat tentang satu asumsi yang menyatakan bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya untuk mencapai tujuan yaitu pemenuhan kebutuhan. Bila kebuutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi melalui cara-cara yang sudah biasa dalam masyarakat, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada diri individu, dan yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain yang sering kurang bisa diterima oleh masyarakat. Mungkin pula pelanggaran disiplin di sekolah bersumber pada lingkungan sekolah itu sendiri, misalnya:
1)      Tipe kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter.
2)      Kurang dilibatkan dalam tanggung jawab sekolah.
3)      Latar belakang kehidupan dalam keluarga yang kurang diperhatikan dalam kehidupan sekolah.
4)      Sekolah kurang mengadakan kerja sama dengan orang tuadan antara keduanya juga saling melepaskan tanggung jawab.
Walaupun demikian memang ada juga yang sebab-sebabnya bersifat umum, misalnya:
1)      Kebosanan dalam kelas.
2)      Perasaan kecewa dan tertekan karena peserta didik dituntut untuk bertingkah laku yang kurang wajar sebagai remaja.
3)      Tidak terpenuhinnya kebuthan akan perhatian, pengenalan, atau status.
B.       Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas[2]
1.         Behavior-modification approach
Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi bahwa:
a.       Semua tingkah laku, yang “baik” maupun yang “kurang baik” merupakan proses belajar.
b.      Ada sejumlah kecil proses psikologi yang fundamental yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya prosesbelajar yang dimaksud. Adapun proses psikologi yang dimaksud adalah penguatan positif (positife reinforcement), hukuman, penghapusan (extinction), dan penguatan negatif (negative reinforcement).
Untuk membina tingkah laku yang dikehendaki guru harus memberi penguatan positif (memberi stimulus positif sebagai ganjaran) atau penguatan negatif (suatu stimulus negatif). Sedangkan untuk mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki, guru menggunakan hukuman (memberi stimulus negatif), penghapusan (pembatalan pemberian ganjaran yang sebenarnya diharapkan peserta didik) atau time out (membatalkan kesempatan peserta didik untuk memperoleh ganjaran).
2.         Socio-emotional-climate approach
Dengan berlandaskan psikologi klinis dan konseling, pendekatan pengelolaan kelas ini mengasumsikan bahwa:
a.         Proses balajar mengajar yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru-peserta didik dan antara peserta didik.
b.        Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik itu.
Salah satu ahli yang menganjurkan pendekatan ini adalah Halm C. Ginott yang menganggap sangat penting kemampuan guru melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta didik dalam arti mengusahakan pemecahan masalah, guru membicarakan situasi, dan bukan pribadi pelaku pelanggaran, mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan, dan mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian.
Redolf Dreikurs menekankan pentingnya proses suasana dalam kelas yang demokratis, yang mana peserta didik diajak bertanggung jawab, melalui kesempatan memikul tanggung jawab, diperlakukan sebagai manusia yang dapat secara bijaksana mengambilkeputusan di samping diberi kesempatan menanggung konsekuensi perbuatannya sendiri.
3.         Group-processess approach
Pendekatan ini didasakan pada psikologi sosial dan dinamika kelompok. Oleh karena itu maka asumsi pokoknya adalah:
a.         Pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial.
b.        Tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
Munurut Richard A. Schmuck dan Patricia A Schmuck unsur-unsur pengelolaan  kelas dalam rangka pendekatan group process adalah:
a.         Harapan timbal balik (mutual expectation)tingkah laku guru-peserta didik dan antar peserta didik sendiri.
b.        Kepemimpinan baik dari guru maupun dari peserta didik yang mengarahkan kegiatan kelompok ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
c.         Pola persahabatan (attraction) antara anggota kelas.
d.        Norma, dalam arti dimiliki serta dipertahankan norma kelompok yang produktifserta diubah dan digantinya norma yang kurang produktif.
e.         Terjadinya komunikasi yang efektif.
f.         Cohesiveness, yakni persaan keterikatan masing-masing anggota terhadap kelompok.
4.         Eclectic approach
Akhirnya, apabila disimak secara seksama maka ketiga pendekatan yang telaah diuraikan di muka adalah ibarat sudut pandangan yang berbeda-beda terhadap objek yang sama. Oleh karena itu maka seorang guru seyogianya menggunakan pendekatan eklektik. Untuk maksud itu maka seyogianya guru menguasai pendekatan-pendekatan yang potensial, dan dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.
Eclectic approach ini menekankan pada potensialitas, kreativitas, dan inisiatif wali/guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya.[3]

C.      Hambatan dalam Pengelolaan kelas[4]
Dari bahan uraian di atas tampaklah bahwa kewenangan penanganan masalah pengelolaan dapat kita klasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu: masalah yang ada dalam wewenang guru bidang studi, masalah dalam wewenang sekolah sebagai satu lembaga pendidikandan  masalah di luar wewenang guru bidang studi dan sekolah.
Adapun hambatan dalam pengelolaan kelas ada beberapa faktor, yaitu:
1.         Faktor guru
Faktor hambatan yang datang dari guru dapat berupa hal-hal seperti di bawah ini:
a.         Tipe kepemimpinan guru
b.        Format belajar mengajar yang monoton
c.         Kepribadian guru
d.        Pengetahuan guru
e.         Pemahaman guru tentang peserta didik
2.         Faktor peserta didik
Kekurangsadaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota suatu kelas atau suatu sekolah dapat merupakan faktor penyebab masalah pengelolaan kelas.
3.         Faktor keluarga
Tingkah laku peserta didik di dalam kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercemin dari tingkah laku peserta didik yang agresif.
Kebiasaan yang kurang baik di lingkunngan keluarga seperti tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau pun terlampau dikekang akan merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar disiplin di kelas. Salah penyesuaian peserta didik tehadap situasi kelas akan merupakan masalah pengelolaan.
4.         Faktor fasilitas
Faktor fasilitas yang merupakan penghambat dalam pengelolaan kelas diantaranya meliputi:
a.         Jumlah peserta didik dalam kelas.
b.        Besar ruangan kelas.
c.         Ketesediaan alat.




BAB III
PENUTUP (KESIMPULAN)

1.         Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan tersebut bisa berupa preventif  (pencegahan) dan tindakan korektif (penyembuhan).Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.
2.        Pendekatan-pendekatan dalam Pengelolaan Kelas, adalah sebagai berikut:
a.       Behavior-modification approach
b.      Socio-emotional-climate approach
c.       Group-processess approach
d.      Eclectic approach
3.        Adapun hambatan dalam pengelolaan kelas ada beberapa faktor, yaitu:
a.       Faktor Guru
b.      Faktor Peserta Didik
c.       Faktor Keluarga
d.      Faktor Fasilitas



DAFTAR PUSTAKA

Rohani, Ahmad, 2004, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta, PT Rineka Cipta.
Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT Rineka Cipta.




[1] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004),  h. 127-137.
[2] Ibid., h. 148-154.
[3] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 183.
[4] Ahmad Rohani, Op.,cit, h. 155-160.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar